Verbinden mit Menschen aus verschiedenen Regionen

Das Chatten mit anderen Individuen kann auch dazu beitragen, unsere sprachlichen Fähigkeiten zu verbessern. Wir lernen, genaue und effektive Botschaften zu vermitteln, aufmerksam zuzuhören und…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




The Way to Love Yourself

Bagaimana Mencintai Dirimu Dengan Layak

Berbeda dengan mencintai orang lain, mencintai diri sendiri bukanlah suatu pilihan — mau atau tidak mau.

Aku pernah hidup dengan suatu pemikiran bahwa self-love sama saja dengan bersikap egois, dan sepengetahuanku egois bukanlah sikap yang dipandang baik. Hidup di Indonesia terutama di kota kecil, kepentingan bersama selalu dijunjung tinggi. Aku pun meragukan, bagaimana self-love dapat memiliki ruang di masyarakat ini.

Seiring kedewasaan, aku memahami kalau mencintai diri bukanlah hal tercela, malahan itu adalah hal yang memang seharusnya kita lakukan. Meskipun demikian, aku tak menyangkal bahwa tindakan mencintai diri sangat tipis perbedaannya dengan menjadi egois. Kita pun dapat dengan mudah salah mengintrepetasikannya. Misalnya saja ketika kita jatuh ke dalam dilema untuk menyanggupi atau menolak suatu permintaan. Memberi kata “tidak” sering kali sulit dilakukan karena perasaan bersalah dan takut dianggap egois, padahal tidak ada yang salah dengan itu.

Anggaplah diri kita sebagai sebuah gelas, ketika gelas telah begitu penuh, kita tidak akan memiliki ruang untuk diberikan kepada orang lain. Gelas yang overload tidak akan bisa lagi memenuhi fungsinya dan justru menimbulkan masalah baru. Begitu pula dengan diri kita. Meskipun yang ingin dilakukan adalah hal baik, tetapi kita mesti menyadari kapasitas kita terlebih dahulu.

Menghargai diri berarti tahu batasan diri kita, sementara menjadi egois adalah mengabaikan kebutuhan orang lain atas dasar keinginan pribadi saja. Untuk membedakan kedua hal ini dibutuhkan kesadaran batin yang mendalam, agar tahu motivasi mana yang sesungguhnya mendasari sikap dan pilihan kita.

Loving is Caring

Kita hidup di dunia yang terus berputar dalam segala peristiwa di dalamnya. Dalam proses itu kita terus terluka dan melukai. Kita terluka oleh perbuatan orang lain maupun diri kita sendiri. Sayangnya, tidak semua luka dapat terlihat begitu saja. Bisa jadi luka terbesar ada di diri kita tetapi kita tak menyadarinya, atau mungkin malah sengaja menyangkalnya.

Satu hal tentang luka adalah bahwa ia tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Luka fisik yang tak terawat akan segera menjadi infeksi dan membunuh penderitanya, demikian pula luka batin. Menyembuhkan luka batin sama pentingnya dengan luka fisik. Vex King dalam bukunya Healing is the New High mengatakan, “Bertanggungjawab atas proses penyembuhan jiwa adalah salah satu tindakan cinta diri paling besar”.

Hal tersebut tergambarkan dengan baik dalam kisah film Shape of Voice karya Yoshitoki Ōima. Tentang seorang remaja laki-laki yang terus dihantui rasa bersalah karena merundung teman sekelasnya yang tuna rungu saat mereka kecil. Kesadaran yang datang setelah ia beranjak dewasa membawa rasa bersalah yang besar dan self-esteem yang begitu rendah. Luka yang ia berikan pada orang lain ternyata juga melukainya. Ini hanyalah satu contoh dari sekian banyak peristiwa yang dapat membuat kita terseret luka masa lalu.

“Aku tidak layak” atau ”Aku tidak termaafkan,” adalah tiga kata yang dapat menghancurkan kesempatan untuk dapat menjalani hidup yang baru. Jika kau ingin bisa kembali mencintai dirimu, rawatlah lukamu baik-baik. Berhentilah mengelak dan hadapi dirimu. Dan aku sungguh berharap, bahwa kata-kata itu tak lagi terpikirkan dan terucap olehmu.

Terima Dirimu

Ada hari-hari dimana aku membenci diriku atas hal-hal yang pernah kulakukan di masa laluku. Rasanya seperti ada beban berat yang meremas jantungku. Entah karena penyesalan atau rasa bersalah yang tertinggal. Pada saat seperti ini, aku merasa telah gagal menjadi manusia. Aku merasa tak pantas menjalin hubungan dengan manusia lagi. Bagaimana jika aku hanya akan menjadi luka dan beban untuk mereka? Andai mereka sadar sisi gelap dalam diriku, masihkah mereka akan mencintaiku?

Benakku dipenuhi berbagai bayang negatif akan diriku. Aku tahu betul akan diriku dan segala sisinya, maka aku menjadi yang paling jijik akan diriku sendiri. “Aku sendiri saja tak bisa menerima diriku apalagi orang lain?” pikirku.

Ketika aku kembali mengalami pergulatan batin yang sama, ada suatu lagu yang terus kudengarkan.

Akan selalu ada hal yang tidak kita sukai dalam diri kita. Tetapi biarlah itu hanya sampai pada rasa tidak suka saja, bukan menjadi benci. Biar bagian diri itu menjadi pelengkap dan pembelajaran dalam hidup kedepannya.

Mencintai diri berarti menerima dirimu seutuhnya sebagai manusia. Baik itu sisi terang, sisi terkelam, luka, maupun masa lalu. Sudah pasti ini tak akan mudah, prosesnya pun tidak akan nyaman, tetapi seperti kata lirik lagu itu “Kau akan baik-baik saja”.

Lakukan Sesuatu untuk Dirimu Sendiri

Di era yang semakin cepat dan serba update ini, tekanan bisa datang dari berbagai hal. Misalnya saja ketika aku melihat kawan-kawanku telah berhasil menemukan kebahagiaan mereka; membangun keluarga, mendapat pekerjaan atau gaji impian, meraih gelar baru, dsb.

Lalu, aku mulai merasa diriku ini tidak sehebat mereka dan tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Aku pun mulai memandang rendah dan mengasihani diriku. Hingga di suatu momen aku membaca buku berjudul I Want to Eat Your Pancreas. Terlepas dari ceritanya yang mengharu biru, aku menangkap bahwa kehidupan begitu berharga tiap harinya. Aku jadi bertanya pada diriku, “Bagaimana jika aku mati masih tanpa berusaha bahagia?”

Aku sadar tak ingin hal itu terjadi, maka aku memutuskan untuk berhenti membandingkan dan mulai melakukan sesuatu untuk diriku. Bukan karena iri, bukan karena tuntutan orang lain, tetapi murni untuk diriku sendiri. Aku ingin bisa melakukan dan mencapai sesuatu sebelum aku mati, untuk kebahagiaan diriku. Maka, untuk itulah aku menulis.

Menulis adalah hal yang kutujukan murni untuk kepuasan batinku. Wujud cinta pada diriku yang selama ini telah banyak berjuang dalam diam, dan menahan diri karena takut pada pandangan orang lain. Dan percayalah, rasanya sungguh membebaskan dan menyenangkan. Kau pun harus mencoba memulai sesuatu untuk dirimu sendiri.

Yang Harus Kau Lihat

Hampir setiap hari kita membuat penilaian terhadap diri kita. Contohnya saja diriku, terbiasa mendengar orang disekitarku mengomentari tubuh pendek dan mata sipitku, membuatku tumbuh dengan asumsi bahwa aku ini tidaklah cantik. Hingga lambat laun tanpa kusadari, pandangan itu tidak lagi datang dari orang lain, tetapi dari diriku sendiri. Pendapat orang lain akhirnya menjadi apa yang kupercayai.

Adanya persepsi itu membuatku dulu tidak berani tampil menonjol. Aku mengurangi sorotan agar orang-orang tak banyak mengomentari fisikku. Tetapi anehnya, meskipun aku tak berniat menonjol, aku justru kerap dipercaya untuk mengisi posisi-posisi penting. Saat aku tak percaya pada diriku sendiri, ternyata malah orang lain yang mempercayaiku. Dari sinilah, aku perlahan mulai mengubah sudut pandang dan penilaianku.

Kita tidak akan bisa mengatur penilaian orang lain, tetapi kita sangat bisa untuk membuat penilaian diri kita sendiri. Tentu saja sebagai manusia yang memiliki kesadaran diri, pikiran-pikiran negatif tidak akan bisa kita hilangkan sepenuhnya. Oleh sebab itu, tujuan terpenting bukanlah menghapusnya, melainkan mengubah cara kita menanganinya.

Mengasihi Diri

Mengasihi dan mengasihani adalah dua hal berbeda yang seringkali masih dianggap semakna. Mengasihi artinya mencintai dan menerima dirimu dengan ketulusan. Sedangkan, mengasihani berarti menaruh belas kasih pada dirimu sendiri. Belas kasih biasanya kita lakukan ketika merasa kasihan pada sesuatu atau seseorang, ada rasa empati di dalamnya. Maka, rasanya kurang tepat jika mengasihani ditujukan untuk diri sendiri.

Pertama, ada keterpisahan antara batin dengan diri kita. Sehingga, secara tak sadar kita telah menolak diri kita sendiri. Kedua, kita selalu melihat diri kita sebagai korban dari setiap peristiwa yang terjadi. Membuat kemampuan kita untuk berkembang menjadi terhambat. Ketiga, kita tidak akan bisa maju dan keluar dari masalah yang sesungguhnya.

Ada satu quote yang terus kuingat kala aku merasa mulai mengasihani diriku.

Karena itulah, hasil yang timbul dari mengasihi dan mengasihani diri sendiri sangat berbeda. Jika kau mengasihi/mencintai dirimu, yakinlah kau punya benteng terkuat dan kawan tersetia dalam hidupmu, yaitu dirimu sendiri.

Pilihan

Pada akhirnya, untuk dapat mencintai diri ada usaha yang harus kita lakukan. Mulai dari kesadaran diri dan pemahaman mendalam akan diri kita sendiri. Menerima apa kelemahan, kekuatan, dan keunikan kita. Lalu, menyadari bahwa semua yang terjadi di hidup kita bukanlah 100% atas kendali atau kesalahan kita. Jadi, kita perlu peduli dan memberi penghargaan yang layak untuk diri kita. Tak ada seorang pun yang dapat mencintaimu setulus dirimu sendiri.

(Salatiga — 25 Jan’23)

Add a comment

Related posts:

About Bucket List Stays

We know that there is more to life than the 9–5. So do you. In fact, 87% of Americans responded that they would like to continue working remotely after COVID-19. How does that become a reality when…

Can You Play Games? App Testers Needed Now

On behalf of our partners, we are seeking enthusiastic people who are able to play games online. The successful candidates will work remotely from home, helping to test out new online games. The game…

A Note about Creator Burnout

Spooky season has passed. As we taper our binges of horror-themed Let’s Plays and gory makeup tutorials, we’d like to call your attention to a frightening trend that rudely lingers in our community…